Sudah menjadi semacam keyakinan di kalangan wanita muslim kita. Hal ini kemungkinan bermula dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Sayyidina Ali r.a. hadits yang oleh para ulama di jadikan dalil juga bagi wajibnya membasuh seluruh tubuh termasuk rambut pada waktu mandi janabah. Hadits itu berbunyi :
“Barang siapa meninggalkan maudhi’a sya’rotin, tidal terkena air (tidak dicuci) dalam mandi janabah, maka Allah akan membuatnya begini dari api neraka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Lafal maudhi’a sya’rotin sering diterjemahkan “sepotong rambut” atau “akar sehelai rambut”. Dari terjemahan inilah sehingga berkembang pengertian bahwa orang yang sedang junub harus hati-hati dengan rambutnya, jangan sampai lepas sehingga pada waktu mandi janahabah tidak ada yang ketinggalan dibasuh.
Saya pribadi sepakat dengan pendapat Gus Mus, yang mengartikan maudhi’a sya’rotin secara harfiyah, yaitu “tempat sehelai rambut”.
Dengan arti harfiyah ini, muncul pengertian mandi janabah itu harus meratai seluruh atau sekujur tubuh, meliputi permukaan kulit dan rambut. Jangan sampai ada yang ketinggalan sedikitpun, se (tempat helai) rambut pun.
Memang sikap ihtiyath atau hati-hati dalam pelaksanaan ibadah merupakan sikap terpuji, tapi jika kebangetan atau berlebihan malah menjadi tidak baik. Sikap terlalu dalam segala hal, termasuk dalam ibadah, tidaklah dianjurkan, bahkan dicela oleh agama kita sendiri.
Allah berfirman : “Bertaqwalah kepada Allah semampumu”. (QS 64, At Taghobun: 16).
Dan Rosulullah saw.pun bersabda : “Bila aku memerintahkanmu mengerjakan sesuatu maka laksanakanlah itu semampumu”. (HR Mutafaqun ‘Alaih dari Abu Hurairoh).
Dalam hadis lain juga ditjelaskan : “Sesungguhnya agama itu mudah (tidak merupakan beban). Tidak ada seorangpun yang memperberat agama kecuali pasti akan dikalahkannya. Maka berusahalah (semampumu), tidak mampu tepat (berusahalah) lebih mendekatinya”. (HR. Bukhori).
Dengan demikian dengan ketentuan prinsip umum di atas, melaksanakan semaksimal mungkin ajaran agama tanpa melebih-lebihkan bisa untuk pedoman dalam beragama.
Berhubungan dengan kasus di atas, cukuplah kita berusaha, apabila mandi janabah membasuh serata mungkin seluruh tubuh termasuk rambut. Kalapun toh ada rambut yang rontok saat mandi, dan kita tidak mengetahuinya, tidaklah mengapa karena itu diluar kemampuan kita.
Perlu saya tegaskan kembali bahwa agama kita tidak membebani hamba dengan hal-hal yang di luar kemampuannya. Dalam kasus lain, kewajiban mandi bagi wanita yang haid adalah membasuh sekujur tubuhnya. Dan ini sudah terpenuhi dengan mengguyur serta meratai seluruh tubuh mulai ujung rambut hingga ujung kaki. Kamudian mereka yang sangat hati-hati dan berusaha ingin menyempurnakan ibadahnya atau setidaknya mendekati sempurna, lalu mengumpulkan rambut-rambutnya yang rontok untuk disucikan ketika mandi, lalu tidak mau sisiran, takut ada rambut yang rontok dan hilang. Jadi, jangan kacaukan antara aturan agama dan sikap kehati-hatian orang yang melaksanakn ibadah agamanya.
Demikian artikel tentang Memandikan Rambut Rontok Saat Hadas Besar , semoga barokah. Amiin.
0 comments:
Post a Comment