Hukum Nikah Sirri
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar tentang nikah sirri atau kawin sirri, saking populernya sampai-sampai kebalikan dari nikah sirri kita tidak mengetahui istilahnya, ini aneh bin ajaib, tetapi itulah kenyataannya. Secara bahasa kawin sirri berarti kawin rahasia, yang merupakan kebalikan dari nikah ‘urfi yang mempunyai arti nikah adat, atau yang sering kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari kita.
Ada dua pengertian dalam istilah kawin sirri, dan ini bukan merupakan istilah agama, yaitu:
Pertama
Kawin sirri berarti perkawinan diam-diam tanpa saksi, perkawinan yang seperti ini mnurut kesepakatan para ahli ilmu dari kalangan sahabat-sahabat Nabi dan Tabi’in, jelas tidaklah sah.
Ada dua pengertian dalam istilah kawin sirri, dan ini bukan merupakan istilah agama, yaitu:
Pertama
Kawin sirri berarti perkawinan diam-diam tanpa saksi, perkawinan yang seperti ini mnurut kesepakatan para ahli ilmu dari kalangan sahabat-sahabat Nabi dan Tabi’in, jelas tidaklah sah.
Kedua
Kawin sirri dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat pernikahan sesuai dengan ketentuan agama, ada wali, ada saksi (baik saksi dari pihak laki-laki maupun perempuan), dan mas kawin atau mahar, akan tetapi belum dicatat resmi sesuai dengan peraturan negara yang berlaku.
Kawin sirri dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat pernikahan sesuai dengan ketentuan agama, ada wali, ada saksi (baik saksi dari pihak laki-laki maupun perempuan), dan mas kawin atau mahar, akan tetapi belum dicatat resmi sesuai dengan peraturan negara yang berlaku.
Kawin sirri dengan pengertian yang seperti ini sah menurut agama, sebagaimana dalam kitab-kitab fikih. Dan menurut Undang-undang Perkawinan pun sah, sebab pada pasal 1 ayat (1) Undang-undang Repuplik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 itu berbunyi : Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Dengan demikian sebagai akibat yang timbul dari kawin sirri sesuai dengan pengertian pertama, seperti keturunan dan akibat hukum agama yang dilakukan, berdampak tidak sah dan tidak diterima. Dan apabila ternyata si wanitanya hamil, maka menurut kesepakatan para ulama, anak yang dikandungnya tetap dihukumi sebagai anak hasil perzinaan. Artinya anak yang lahir diluar nikah. Terhadap lelaki yang menyebabkan kelahirannya, si anak itu tidak ada hubungan ayah-anak; si suami terhadap si anak tidak mempunyai hak keayahan, dan mereka berdua tidak bisa saling mewaris. Berbeda dengan ibu yang melahirkannya, si ibu berhak atas segala hak ke-ibuan seperti hak diperlakukan dengan baik, nafkah, dan hukum-hukum untuk ibu lainnya. Dan antara si anak dan ibunya ini bisa saling mewaris.
Demikian pula akibat hukum yang timbul dari kawin sirri dengan pengertian yang kedua, seperti hubungan suami isteri dan keturunan menjadi sah. Dan apabila setelah menikah dengan kawin sirri seperti pengertian yang kedua ternyata si wanita hamil, maka tidaklah wajib mengulang nikahnya, kecuali memang diperintahkan oleh pihak kantor yang berwenang untuk mengulang nikahnya lantaran untuk mendapatkan surat nikah resmi dari instansi yang bersangkutan.
Demikian sedikit uraian tentang Hukum Nikah Sirri , semoga barokah. Amiiin.
0 comments:
Post a Comment