Home » » Tiga Tahap Kewajiban Puasa

Tiga Tahap Kewajiban Puasa

Written By telaah santri on Friday, June 19, 2015 | 8:13 AM

Tiga Tahap Kewajiban Puasa

Tiga Tahap Kewajiban Puasa

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang- mrang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS al Baqarah: 183)
Hampir semua umat muslim hafal ayat yang satu ini, tapi sedikit yang tahu kisah dan makna yang ada dibaliknya. Ayat besar ini adalah ayat yang tidak pernah membosankan sekali pun diulang-ulang dan tidak pernah habis maknanya untuk dikaji. Pada kesempatan ini kita akan berusaha menyingkap sedikit dari lautan kandungan makna ayat yang satu ini.

Kata ‘kutiba’ ditulis dalam ayat di atas maksudnya adalah diwajibkan. Dikatakan ditulis karena kewajiban puasa Ramadhan telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Dalam ayat di atas disebutkan bahwa umat-umat terdahulu juga berpuasa. Menurut jumhur ulama, puasa memang disyariatkan untuk umat terdahulu, tapi bukan puasa Ramadhan. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa umat terdahulu pun diwajibkan untuk berpuasa Ramadhan.

Dalam kata-kata la’allakum tattaquun (agar kamu bertakwa) terdapat isyarat bahwa umat terdahulu diperintahkan berpuasa sebagai beban ibadah. Sedangkan pada umat ini, mereka diwajibkan berpuasa supaya menjadi sebab itiqa (menghindari) maksiat dan penghalang antara mereka dan maksiat. Puasa dapat membuat seseorang menjadi bertakwa karena menyempitkan jalan masuk setan ke dalam tubuh manusia.

Perantara setan untuk menggoda manusia adalah perut yang kenyang. Dengan berpuasa kita telah menyempitkan jalan masuk setan untuk menggoda manusia sehingga kita diharapkan bisa menjadi orang yang bertakwa.

Ayat ini turun pada tahun kedua setelah Hijrah. Dengan demikian, Nabi SAW mengalami sembilan kali bulan Ramadhan. Dari sembilan Ramadhan ini hanya satu yang berjumlah sempurna 30 hari, selainnya berjumlah 29 hari.

Sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, Nabi SAW dan para sahabat berpuasa tiga hari setiap bulan ditambah dengan puasa ‘Asyura sesuai adat umat terdahulu. Dikatakan bahwa umat terdahulu diwajibkan berpuasa tiga hari setiap bulan sejak masa Nabi Nuh as. Ketika datang ayat ini, Nabi SAW mengatakan mengenai puasa ‘Asyura:
Siapa yang mau, berpuasalah. Dan siapa yang mau, berbukalah. (HR Bukhari)

Sahabat Ibnu Mas’ud mengisahkan, "Dahulu kami berpuasa di bulan Asyura kemudian ketika turun (ayat yang mewajibkan puasa) Ramadhan, kami tidak lagi diperintahkan dan tidak pula dilarang, namun kami melakukannya." (HR Nasa’i)

Ini menunjukkan bahwa puasa Asyura hukumnya wajib sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan. Kemudian kewajiban ini dihapus. Ini juga menguatkan pendapat mayoritas ulama yang mengatakan bahwa puasa Ramadhan tidak diwajibkan atas umat terdahulu. Jika umat terdahulu diwajibkan berpuasa Ramadhan, pasti Rasulullah SAW sejak awal sudah berpuasa Ramadhan dan tidak mewajibkan puasa Asyura terlebih dahulu.

Allah juga menjelaskan ukuran puasa. Puasa tidak diwajibkan setiap hari agar tidak memberatkan pelakunya dan menjadi lemah untuk mengembannya. Namun puasa diwajibkan pada :
(Yaitu) dalam beberapa hari tertentu. (QS al Baqarah: 184)

Yakni pada bulan Ramadhan saja. Kemudian Allah menjelaskan hukum puasa Ramadhan pada masa awal Islam:
Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS al Baqarah: 184)

Maksudnya, orang yang sakit dan bepergian dibolehkan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain. 
Wajib bagi yang mampu berpuasa untuk membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS al Baqarah:184)

Maksudnya, pada masa awal Islam,  orang yang sehat dan tidak sedang bepergian diberikan pilihan antara berpuasa atau membayar fidyah (0,75 kilogram makanan pokok) kepada orang miskin. Jika ia berkehendak, ia boleh berpuasa. Dan jika diinginkan, ia boleh pula tidak berpuasa tapi harus membayar fidyah setiap harinya kepada satu orang miskin. Apabila ia memberikan fidyah kepada lebih dari seorang miskin setiap hari, maka itu lebih baik. Tapi berpuasa I lebih utama daripada memberikan fidyah. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Sahabat Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Imam Muhahid, Thawus dan ulama lainnya.

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,...(QS al Baqarah: 185)

Kata-kata faman syahida minkumusy syahro falyashumhu (Barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu) dimaksudkan sebagai perintah berpuasa bagi orang yang tidak bepergian dan sehat ketika memasuki bulan Ramadhan. Ayat ini menghapus dibolehkannya memilih antara membayar fidyah dan berpuasa untuk orang yang sehat dan tidak bepergian seperti tercantum di ayat sebelumnya. Dengan ayat ini, maka fidyah hanya dibolehkan bagi orang tua yang sudah tidak lagi mampu berpuasa. Ketika puasa dijadikan kewajiban secara umum, maka penjelasan keringanan bagi orang yang sakit dan bepergian kembali diulang:
Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. al-Baqarah: 185)

Ini berarti bahwa siapa yang menderita suatu penyakit yang menyulitkannya untuk berpuasa atau sedang dalam bepergian, maka ia boleh tidak berpuasa. Jika tidak berpuasa, ia wajib menggantinya di hari lain. Allah memberikan keringanan untuk tidak berpuasa untuk memudahkan dan sebagai bentuk rahmat-Nya kepada manusia.

Wanita yang sedang menyusui atau hamil dan khawatir terhadap kesehatannya dan kesehatan anaknya, dihukumi sama dengan orang yang sakit dalam hal berpuasa. Ia boleh tidak puasa untuk kemudian menggantinya di hari lain. Orang tua yang tidak mampu lagi berpuasa, boleh tidak berpuasa tanpa perlu menggantinya. Namun ia wajib membayar fidyah setiap hari. Diriwayatkan bahwa di akhir umurnya, Sahabat Anas r.a. tidak lagi mampu berpuasa dan membayar fidyah kepada orang miskin selama satu atau dua tahun.

Para ulama salaf berselisih mengenai ukuran sakit yang membolehkan untuk berbuka. Menurut jumhur ulama, itu adalah penyakit yang membolehkan bertayamum ketika air ada. Yakni jika ia takut akan jiwa, atau anggota tubuhnya, atau takut bertambah sakit, atau bertambah lama sakitnya. Sebagian lain mengatakan, apabila ia tidak mampu shalat berdiri, maka boleh tidak puasa.

Dalam ayat ini Allah SWT memuji bulan Ramadhan di antara bulan-bulan lainnya. Disebutkan bahwa Allah SWT memilih bulan puasa untuk menurunkan Al Quran yang mulia. Telah datang kabar bahwa pada bulan Ramadhanlah diturunkan semua kitab-kitab suci kepada para nabi alaihimus sholatu wassalam. Nabi SAW bersabda:
Diturunkan suhuf (lembaran) Ibrahim di malam pertama Ramadhan, Taurat di malam keenam Ramadhan, Injil di malam ketiga belas Ramadhan. Dan Allah menurunkan al Quran di malam kedua puluh empat Ramadhan. (HR Ahmad)

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Zabur diturunkan di malam kedua belas, sedangkan Injil di malam kedelapan belas. Shuhuf Nabi Ibrahim as, Taurat, Zabur dan Injil semuanya diturunkan sekaligus kepada para nabi. Ada pun al Quran diturunkan sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izah di langit dunia pada bulan Ramadhan, tepatnya di malam lailatul qodar sebagaimana firman Allah:
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. (QS al Qodar: 1)

Kemudian al Quran diturunkan secara bertahap sesuai dengan situasinya kepada Rasulullah SAW selama dua puluh tahun lebih. Begitulah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. Said bin Jubair mengatakan, "Al Quran diturunkan di pertengahan bulan Ramadhan ke langit dunia, kemudian diletakkan di Baitul ‘Izzah, kemudian diturunkan kepada Rasulullah SAW selama dua puluh tahun untuk menjawab persoalan manusia."

Di dalam ayat di atas juga disebutkan bahwa Allah menurunkan al Quran sebagai petunjuk bagi hati-hati hamba- Nya yang beriman dan mempercayai serta mengikutinya. Juga sebagai bayyinat, yaitu dalil-dalil dan hujah-hujah yang jelas yang menunjukkan kebenaran kandungan al Quran. Al Quran juga adalah Furqon (pembeda) antara yang benar dan yang salah, yang halal dan yang haram.

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu. Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. (QS al Baqarah: 187).

Pada permulaan datangnya Islam, ketika telah datang waktu berbuka, maka orang-orang dibolehkan untuk makan, minum dan berhubungan seksual sampai melakukan shalat Isya’ atau tidur sebelum itu. Jika mereka telah melakukan shalat Isya’ atau tidur, maka diharamkan atas mereka untuk makan, minum dan berhubungan suami istri sampai datangnya Maghrib di hari berikutnya. Para sahabat menjalani puasa dengan sangat payah. Dan memang demikianlah puasa umat sebelum Islam.

Pada suatu hari seorang Anshar bernama Qais bin Shirmah berpuasa. Sepanjang hari ia bekerja menggarap tanahnya. Setelah datang waktu berbuka ia bertanya kepada istrinya, "Apakah engkau memiliki makanan?" Istrinya berkata, "Tidak, tapi aku akan keluar mencarikan makanan untukmu." Ketika Istrinya mencari makanan, Qais tertidur karena kelelahan. Saat istrinya datang dan melihatnya tidur ia berkata, "Celaka engkau! Apa kau tidur?" Maka Qais pun tidak makan, dan di tengah hari ia jatuh pingsan. Ketika hal ini diceritakan kepada Nabi SAW, maka turunlah ayat ini yang menghalalkan untuk makan, minum dan juga berhubungan seksual sampai datang waktu fajar, ketika ayat ini turun para sahabat merasakan kegembiraan yang sangat besar.

Disebutkan pula bahwa jika telah melakukan shalat Isya di bulan Ramadhan, umat Muslimin diharamkan menyetubuhi wanita dan makan sampai esok hari. Beberapa sahabat tidak dapat menahan nafsu mereka dan menyetubuhi istri mereka setelah Isya, di antaranya adalah Sahabat Umar bin Khathab. Mereka kemudian mengadukan masalah ini kepada Rasulullah SAW. Maka turunlah ayat di atas. Ayat ini adalah bentuk pengampunan, sekaligus rahmat dari Allah kepada hamba- hamba-Nya.
Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. (QS al Baqarah: 187)

Sahabat Sahal bin Saad ra mengatakan bahwa telah turun ayat,
Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam.
Tapi tidak turun kata-kata ‘minal fajr’ (Yaitu fajar).

Salah seorang sahabat yang ingin berpuasa, mengikat satu kakinya dengan benang putih dan kaki lainnya dengan benang hitam. Ia terus makan sampai bisa melihat keduanya. Ada pula yang menaruh dua benang di bawah bantalnya. Kemudian Allah SWT memfirmankan:
Yaitu fajar

Mereka pun memahami, bahwa yang dimaksudkan adalah gelapnya malam dan putihnya fajar. Setelah itu, ketetapan berpuasa menjadi sempurna sampai akhir zaman.

Demikianlah kewajiban puasa diwajibkan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah kebolehan memilih antara membayar fidyah dan berpuasa. Tahap kedua adalah penghapusan kebolehan memilih dan kewajiban berpuasa secara umum dengan batas berbuka sampai melakukan Shalat Isya, atau tertidur sebelumnya. Tahap terakhir adalah kebolehan untuk berbuka sampai terbitnya fajar. Alhamdulillah, syukur kepada Allah yang telah menyempurnakan syariat berpuasa bagi kita dengan syariat yang mudah dan penuh rahmat.

Demikian uraian tentang Tiga Tahap Kewajiban Puasa mudah-mudahan bermanfaat. Aamiin.

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

 
Support : Privacy Policy | Disclaimer
Copyright © 2013. kajian islam - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger