Home » » Zakat Fitrah

Zakat Fitrah

Written By bloger Muslim on Wednesday, April 29, 2015 | 6:37 AM

Zakat fitrah adalah kadar harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang mampu sebab menemui (sebagian) bulan Ramadlan dan (sebagian) bulan Syawwal. Dalam surat At-Taubah 103 Allah SWT berfirman :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”.

Selain berfungsi untuk berbagi kebahagiaan dengan orang yang kurang mampu di hari yang bahagia, zakat fitrah juga dimaksudkan untuk melengkapi dan menyempurnakan pahalanya orang-orang yang mengerjakan puasa Ramadlan. Karena puasa itu selain menahan rasa lapar dan dahaga, juga menahan anggota tubuh dari perbuatan maksiat. Jika hanya menahan lapar dan dahaga, namun tetap melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama, maka hal itu dapat mengurangi nilai dari ibadah puasa Ramadlan, dan insya Allah kekurangan itu bisa ditutup dengan mengeluarkan zakat fitrah. Dalam Hadits diriwayatkan:
Puasa Ramadlan itu tergantung diantara langit dan bumi, puasa tersebut tidak diangkat kecuali dengan (mengeluarkan) zakat fithrah”.

Kalimat "tidak diangkat" dalam hadits tersebut sebagai kinayah dari sempurna-nya puasa Ramadlan itu tergantung zakat fithrah, bukan berarti tanpa zakat fithrah puasa Ramadlan tidak diterima Allah SWT, dan tetap menggantung diantara langit dan bumi. Dalam riwayat lain disebutkan;
Rasulullah SAW mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan bagi yang berpuasa dari pada sia-sia dan kekotoran mulut dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin”. (HR. Abu Dawud)

Ada beberapa ketentuan zakat fitrah yang wajib diperhatikan, dalam hal ini adalah :


Zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang islam, laki-laki ataupun wanita, besar ataupun kecil, merdeka ataupun budak. Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan. " Rasulullah SAW mewajibkan zakat fithrah satu sho' dari kurma atau satwsho' dari gandum atas hamba dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, yang kecil dan yang besar dari kaum muslimin, dan Rasulullah memerintahkan supaya diberikan sebelum orang-orang keluar untuk sholat (Tdul Fithri) ".
Seseorang wajib mengeluarkan zakat fithrah, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain apabila telah menetapi syarat sebagai berikut:

  1. Islam.
  2. Merdeka (bukan budak)
  3. Mempunyai makanan atau harta yang lebih dari yang diperlukan pada malam dan siangnya hari raya.
Apabila saat wajib mengeluarkan zakat fitrah tidak mempunyai makanan/harta lebih dari yang diperlukan, maka tidak wajib zakat firah, tidak wajib menjual harta pokok (misal: rumah, pakaian dll) dan tidak wajib hutang untuk melaksanakan zakat fitrah, sekalipun yakin bahwa esok hari dia akan menjadi orang kaya.

Sedangkan syaratnya orang yang di fitrahi adalah;

  1. Islam.
  2. Menemui waktu wajib fitrah, yaitu menemui sebagian bulan Ramadlan dan bulan Syawal.

Zakat fitrah boleh dikeluarkan pada awal, pertengahan atau ahirnya bulan Ramadlan. Namun yang lebih utama diberikan sebelum sholat Idul Fitri.

Mengeluarkan zakat fitrah setelah sholat Idul Fitri dan sebelum tenggelamnya matahari pada tanggal satu Syawwal hukumnya makruh, kecuali jika hal itu dilakukan karena adanya udzur. Sedangkan zakat fitrah yang diberikan setelah tanggal satu Syawwal tanpa adanya udzur hukumnya haram. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan:

“Barang siapa menunaikannya sebelum sholat Hari Raya maka hal itu sebagai zakat yang diterima, dan barang siapa menunaikannya sesudah sholat, maka hal itu sebagai shadaqah dari beberapa shodaqoh”.


Setiap ibadah harus di awali dengan niat, begitu juga halnya dengan zakat fitrah. Lalu siapa yang berhak melakukan niat zakat fitrah.?
Jika zakat fitrah , atas nama dirinya sendiri atau orang lain yang fitrahnya menjadi tanggungannya, maka dia sendiri yang harus niat. Jika atas nama orang lain yang fitrahnya tidak menjadi kewajibannya, maka zakat dan niat yang dilakukan hukumnya sah apabila telah mendapat izin dari orang yang dizakati. Jika tidak mendapat izin, maka hukumnya tidak sah alias tidak dapat menggugurkan kewajiban zakatnya orang yang dizakati. Oleh sebab itu orang yang dizakati tetap wajib mengeluarkan zakat fitrah.

Niat zakat fitrah dapat dilakukan saat memisahkan bahan makanan yang akan digunakan zakat, atau saat memberikan zakat tersebut kepada golongan yang berhak menerimanya, atau diantara waktu tersebut. Lafadznya niat zakat fitrah atas nama dirinya sendiri adalah :
“Aku berniat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku menunaikan kewajiban karena Allah Ta'ala”.

Lafadznya "nafsi" yang artinya untuk diriku dapat diganti- ganti sesuai dengan status orang yang dizakati. Misalnya zaujati untuk istri, waladi untuk anak dll.

Muzakki (orang berzakat) disunnahkan membaca doa zakat fitrah :
“Wahai Tuhan kami, terimalah (zakat ini) dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”.

Dan bagi orang yang menerima zakat sunnah membaca do'a:
“Semoga Allah memberikan pahala kepadamu atas perkara (zakat) yang telah engkau berikan, dan semoga dengan zakat tersebut Allah mensucikan padamu, dan semoga Allah memberi kebaikan (barokah) terhadap barang yang engkau tetapkan”.


Tujuan yang paling utama dari zakat fitrah adalah berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang kurang mampu pada hari yang bahagia, yaitu hari raya Idul Fitri. Hal itu hanya dapat terlaksana jika kebutuhan pokok mereka sudah terpenuhi, yaitu makanan.

Oleh sebab itu, standart barang yang digunakan zakat fitrah dan tempat mengeluarkannya disesuaikan dengan daerahnya orang yang zakat dan yang dizakati. Sedangkan syarat-syaratnya barang yang digunakan sebagai zakat fitrah adalah:

a. Bahan makanan.
Zakat fitrah harus berupa bahan makanan yang umum dikonsumsi oleh masyarakat setempat, tidak boleh dalam bentuk uang atau barang, sekalipun nilainya sepadan dengan bahan makanan untuk zakat fitrah.
b. Satu jenis ( tidak campuran).
Bahan makanan yang digunakan zakat fitrah harus sejenis, misalnya beras atau jagung, tidak boleh bahan makanan yang sudah dicampur, misalnya beras yang dicampur jagung atau gandum.
c. Dikeluarkan ditempat orang yang difitrahi.
Zakat fitrah harus diberikan pada golongan penerima zakat didaerah dimana orang yang difitrahi menemui waktu wajibnya zakat fitrah.
d. Satu sho' untuk satu orang.
Satu Sho' beras putih menurut Annawawi adalah = 2719,19 gram.

Jika harta mencukupi, maka zakat fitrah yang dikeluarkan untuk setiap orang minimal harus mencapai satu sho'. Dan jika harta lebih yang dimiliki tidak mencukupi, maka tetap wajib mengeluarkan zakat fitrah semampunya, dan hukumnya sah.

e. Zakat Fitrah Dengan Uang.
Menurut ulama Syafi'iyyah (begitu juga menurut Imam Maliki dan Imam Ahmad) zakat fitrah harus berupa bahan makanan dan yang layak dikonsumsi. Tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan selain bahan makanan, misalnya uang yang senilai harga bahan makanan yang digunakan fitrah, atau dengan makanan, atau bahan makanan yang tidak layak, misalnya bahan makanan yang ada ulatnya atau basah sehingga tidak layak untuk disimpan (Hamisy I’anah al Tholibin II/174).

Namun menurut Imam Abu Hanifah, zakat fitrah boleh dirupakan bahan makanan atau dengan memakai uang. Karena zakat fithrah merupakan haknya faqir miskin, dirupakan bahan makanan atau uang sama-sama dapat menutupi kebutuhan mereka.

f. Orang Orang Yang Berhak Menerima Zakat
Allah berfirman dalam Surat at-Taubah ayat 60:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yangdibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Apabila zakat fithrah disalurkan melalui Imam atau Amilnya, maka saat zakat sudah diberikan pada Imam atau Amilnya maka kewajiban zakatnya sudah gugur. Dan jika diberikan langsung oleh pelaku zakat, maka jika telah diberikan pada golongan yang berhak menerimanya maka zakatnya sah. Dan jika diberikan pada orang yang tidak berhak menerimanya, maka zakatnya tidak sah dan wajib diulang.

Orang-orang yang berhak menerima zakat adalah:

  1. Orang Faqir.
  2. Orang Miskin.
  3. Amil Zakat.
  4. Muallaf.
  5. Riqob atau budak mukatab.
  6. Ghorim (orang yang mempunyai tanggungan hutang).
  7. Sabilillah (orang yang berperang dijalan Allah dan tidak mendapatkan bayaran)
  8. IbnuSabil (musafir).

Sabilillah artinya orang yang berperang dijalan Allah, sedangkan sabilil khoir adalah jalan kebaikan atau kemaslahatan umum (membangun jembatan atau jalan, membangun masjid, menggaji pengajar dll). Zakat tidak boleh diberikan terhadap sabilil khoir, namun menurut Imam Qoffal, zakat boleh diberikan pada sabilil khoir (Tafsir An Nawawi I/344).

g. Orang-orang Yang Tidak Berhak Menerima Zakat
Golongan atau orang yang tidak berhak dan tidak boleh menerima zakat adalah:

  1. Non Muslim (kafir asli atau orang murtad).
  2. Budak (kecuali budak mukatab).
  3. Keturunan Bani Hasyim dan Bani Mutholib.
  4. Orang kaya. Yaitu orang yang mempunyai harta atau penghasilan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya selama umumnya usia manusia.(I’anah At-Tholibin II/189).
  5. Orang yang nafkahnya menjadi tanggung jawabnya. Tidak boleh memberikan zakat kepada orang tua sendiri, istri atau anak-anaknya yang masih kecil atas nama faqir atau miskin. Sedangkan anak yang sudah besar dan dalam kondisi faqir atau miskin boleh menerima zakat dari orang tuanya. Begitu juga anak atau istri yang masih menjadi tanggungan orang tua atau suami, boleh menerima zakat yang dikeluarkan orang tua atau suami atas nama ghorim (orang yang mempunyai hutang).(Bughyah al-Mustarsyidin 106).

Masalah-Masalah Sekitar Zakat

  1. Zakat boleh diberikan terhadap orang fasiq, misalnya orang yang meninggalkan sholat. Kecuali jika sejak sebelum baligh tidak melakukan sholat, maka yang berhak menerima adalah walinya. ).(Bughyah al-Mustarsyidin 106)
  2. Tidak boleh mengeluarkan zakat sekaligus sebagai shodaqoh, begitu juga sebaliknya. (Al-Asybah wan-Nadloir 17).
  3. Orang yang mengaku faqir atau miskin boleh menerima zakat tanpa harus disumpah terlebih dahulu. (I'anah at-Tholibin 11/189).
  4. Anak yatim yang miskin boleh menerima zakat. (Kifayah al-Ahkyar I/198).
  5. Orang yang tidak dapat bekerja karena sibuk menghafal al-qur an, belajar ilmu fiqh - tafsir - hadits dll boleh menerima zakat. Sedangkan orang yang tidak dapat bekerja karena sibuk melakukan sholat sunnah tidak boleh menerima zakat. (I'anah at-Tholibin II / 189).
  6. Panitia pembangunan masjid atau madrasah jika termasuk ghorim atau faqir miskin maka boleh menerima zakat, sekalipun zakat tersebut ahirnya untuk pembangunan masjid. Dan jika zakat dikumpulkan di panitia untuk membangun masjid maka tidak boleh. (I'anah at-Tholibin II / 191).

Demikian uraian tentang zakat fitrah dari kami mudah-mudahan bermanfaat. Amiin.

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

 
Support : Privacy Policy | Disclaimer
Copyright © 2013. kajian islam - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger