Hadits - Hadits Nabi yang terhimpun di dalam kitab - kitab Hadits yang ada sekarang adalah hasil kesungguhan para Sahabat dalam menerima dan memelihara Hadits di masa Nabi SAW dahulu. Apa yang diterima oleh para Sahabat dari Nabi SAW disampaikan pula oleh mereka kepada Sahabat lain yang tidak hadir ketika itu, dan selanjutnya mereka menyampaikannya kepada generasi berikutnya, dan demikianlah seterusnya hingga sampai kepada para perawi terakhir yang melakukan kodifikasi Hadits ata menghimpun kumpulan hadits .
Cara penerimaan Hadits di masa Rasul SAW tidak sama dengan cara penerimaan Hadits di masa generasi sesudahnya. Penerimaan Hadist dimasa Nabi SAW dilakukan oleh Sahabat dekat beliau, seperti Khulafa' al-Rasyidin dan dari kalangan Sahabat utama lainnya. Para Sahabat di masa Nabi mempunyai minat yang besar untuk memperoleh Hadits Nabi SAW, oleh karenanya mereka berusaha keras mengikuti Nabi SAW agar ucapan, perbuatan, atau taqrir beliau dapat mereka terima atau lihat secara langsung. Apabila di antara mereka ada yang berhalangan, maka mereka mencari Sahabat yang kebetulan mengikuti atau hadir bersama Nabi SAW ketika itu untuk meminta apa yang telah mereka peroleh dari beliau.
Besarnya minat para Sahabat untuk memperoleh Hadits Nabi SAW dapat dilihat dari tindakan 'Umar ibn al-Khathab, ketika dia membagi tugas untuk mencari dan mendapatkan Hadits Nabi SAW dengan tetangganya. Apabila hari ini adalah tetangganya yang bertugas mengikuti atau menemui Nabi SAW, maka besoknya giliran 'Umarlah yang bertugas mengikuti atau menemui Nabi. Siapa yang bertugas menemui dan mengikuti Nabi serta mendapatkan Hadits dari beliau, maka ia segera menyampaikan berita itu kepada yang lainnya yang ketika itu tidak bertugas. (Muhammad Abu Syuhbah, Al-Kutub al-Shihhah al-Sittah (Mesir: Majma' al-Buhuts al- Islamiyyah. 1967), h. 15: lihat juga Husein al-Majid Hasyim, Al-Imam Bukhari Muhadditsan wa Fqqihan (Kairo: Dar Qaumiyyah al-Thiba ah al-Azhar, tt.), h. 12; 'Ajjaj al-Khathib, Al-Sunnah Qabla al-Tadwin. h. 59.)
Ada empat cara yang ditempuh oleh para Sahabat untuk mendapatkan Hadits Nabi SAW , yaitu: (M. 'Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, h. 67-70; Id. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin, h. 60-68.)
Pertama:
Mendatangi majelis-majelis ta’lim yang diadakan Rasul SAW. Rasulullah SAW selalu menyediakan waktu-waktu khusus untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada para Sahabat. Para Sahabat selalu berusaha untuk menghadiri majelis tersebut meskipun mereka juga sibuk dengan pekerjaan masing-masing, seperti menggembala ternak atau berdagang. Apabila mereka berhalangan, maka mereka bergantian menghadiri majelis tersebut, sebagaimana yang dilakukan 'Umar dan tetangganya. Yang hadir memberi tahu informasi yang mereka dapatkan kepada yang tidak hadir.
Kedua:
Kadang-kadang Rasul SAW sendiri menghadapi beberapa peristiwa tertentu, kemudian beliau menjelaskan hukumnya kepada para Sahabat. Apabila para Sahabat yang hadir menyaksikan peristiwa tersebut jumlahnya banyak, maka berita tentang peristiwa itu akan segera tersebar luas. Namun, apabila yang hadir hanya sedikit, maka Rasulullah memerintahkan mereka yang hadir untuk memberitahukannya kepada Sahabat yang lain yang kebetulan tidak hadir. Umpamanya, adalah peristiwa yang dialami Rasul SAW dengan seorang pedagang, seperti yang termuat di dalam Hadits berikut:
Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah SAW melewati seorang penjual makanan, lantas beliau bertanya, "Bagaimana caranya engkau berjualan?" Maka si pedagang menjelaskannya kepada Rasul Selanjutnya beliau menyuruh pedagang itu untuk memasukkan tangannya ke dalam tumpukan makanan tersebut. Namun, ketika tangannya ditarik keluar, terlihat tangan tersebut basah, maka Rasul SAW bersabda, "Tidaklah termasuk golongan kami orang yang menipu”.(HR Ahmad).
Adakalanya Rasulullah SAW melihat atau mendengar seorang Sahabat melakukan suatu kesalahan, lantas beliau mengoreksi kesalahan tersebut. Diriwayatkan oleh 'Umar ibn al-Khaththab, bahwa dia menyaksikan seseorang sedang berwudu untuk shalat, namun dia melakukannya tanpa membasuh bagian atas kuku kakinya. Hal tersebut dilihat oleh Rasul SAW, dan Rasul SAW menyuruhnya untuk menyempurnakan wudhunya dengan mengatakan, "Kembalilah engkau berwudhu, dan baguskan (sempurnakan)-lah wudumu!" Orang tersebut segera mengulangi wudunya dan kemudian barulah dia melaksanakan shalat.
Ketiga:
Kadang-kadang terjadi sejumlah peristiwa pada diri para Sahabat, kemudian mereka menanyakan hukumnya kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW memberikan fatwa atau penjelasan hukum tentang peristiwa tersebut. Kasus yang terjadi adakalanya mengenai diri si penanya sendiri, namun tidak jarang pula terjadi pada diri Sahabat lain yang kebetulan disaksikannya atau didengarnya. Rasulullah SAW dalam hal ini tidak membedakan di antara Sahabat yang datang bertanya kepada beliau, sehingga seorang Badawi yang datang dari tempat yang jauh pun akan mendapat perlakuan yang sama dengan apa yang diperoleh oleh Sahabat yang selalu mendampingi Rasul SAW. Bahkan apabila seorang Sahabat mendengar sesuatu (secara tidak langsung) dari Rasul SAW, maka Sahabat tersebut, dalam rangka mengkonfirmasikan berita itu, tanpa segan-segan menanyakan kembali hal tersebut kepada beliau. Dan, pada umumnya, dalam rangka untuk mendapatkan keterangan yang meyakinkan dan menenteramkan hati mereka tentang peristiwa yang terjadi pada diri mereka, para Sahabat tidak merasa malu untuk datang secara langsung menanyakannya kepada Rasulullah SAW. Akan tetapi, apabila di antara mereka ada yang malu untuk bertanya secara langsung kepada Rasul SAW tentang masalah yang dialaminya, maka biasanya Sahabat yang bersangkutan akan mengutus seorang Sahabat yang lain untuk bertanya tentang kedudukan masalah tersebut. Sebagai contoh, adalah peristiwa yang dialami Ali r.a. menyangkut masalah madzi:
Dari Ali r.a., dia berkata, "Aku adalah seorang yang sering mengalami keluar madzi, maka aku suruh Al-Miqdad menanyakan (masalah tersebut) kepada Rasul SAW, maka Rasul menjawab, bahwa padanya harus berwudu." (HR Bukhari). (Shahih Al Bukhari, juz I, hal. 42).
Keempat:
Kadang-kadang para Sahabat menyaksikan Rasulullah SAW melakukan sesuatu perbuatan, dan sering kali yang berkaitan dengan tata cara pelaksanaan ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lainnya. Sahabat yang menyaksikan perbuatan tersebut, kemudian menyampaikannya kepada yang lainnya atau generasi sesudahnya. Di antara contohnya adalah peristiwa dialog yang terjadi antara Rasul SAW dengan Jibril mengenai masalah iman, Islam, ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat.
Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata, adalah Nabi SAW tampak pada suatu hari di tengah-tengah manusia (Sahabat), maka datang kepadanya seorang laki-laki seraya bertanya, "Apakah iman itu?" Rasul SAW menjawab, "Iman itu adalah bahwa engkau beriman kepada Allah ....." (Akhirnya) Rasul SAW mengatakan (kepada para Sahabat), "Dia adalah (malaikat) Jibril yang datang untuk mengajari manusia tentang masalah agama mereka." (Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz I, Hal. 18).
Setelah mendapatkan Hadits melalui cara-cara di atas, para Sahabat selanjutnya menghafal Hadits tersebut sebagaimana halnya dengan Al-Qur'an. Akibat perbedaan frekuensi mereka dalam menghadiri majelis ta'lim yang diadakan Rasul SAW atau dalam mengikuti beliau, maka terdapat pula perbedaan jumlah Hadits yang dihafal atau dimiliki oleh para Sahabat.
Demikian tentang hadits di masa Rasululah SAW dan bagaimana cara sahabat menerima hadits dari Rasulullah SAW. semoga bermanfaat. Amiin.
Terimakasih sangat membantu
ReplyDeleteTerimakasih sangat terbantu,tapi kalau boleh tambahkan referensinya ...
ReplyDeleteTerima kasih sangat membantu sekali
ReplyDelete