Tentang Wanita Dalam Salatnya
Wahai saudariku wanita muslimah, peliharalah shalat Anda dengan melakukannya tepat pada waktunya, seraya menyempurnakan syarat-syarat, rukun- rukun dan wajib-wajibnya.
Istilah wajibatus shalat (wajib-wajib shalat), menurut madzhab Ahmad bin Hanbal, adalah amalan-amalan dalam shalat yang jika ditinggalkan dengan sengaja, maka shalat itu batal. Tetapi jika ditinggalkan karena lupa, maka dituntut sujud sahwi. Sedangkan arkanus shalat (rukun-rukun shalat jika ditinggalkan, baik sengaja atau lupa, maka shalat itu batal).
Allah berfirman kepada para isteri Rasulullah Saw.:
"Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya." (QS. Al-Ahzab: 33)
Ini adalah perintah untuk para muslimat pada umumnya. Shalat adalah rukun Islam yang kedua. Ia adalah tiang Agama. Meninggalkan shalat adalah suatu kekufuran yang dapat mengeluarkan dari ke-Islaman. Maka, tiada Agama maupun ke-Islaman bagi orang yang tidak shalat, baik lelaki maupun perempuan. Menunda shalat hingga keluar dari waktunya, tanpa adanya udzur (berhalangan) yang dibenarkan syari'at, adalah penyia-nyiaan terhadap shalat itu. Allah berfirman:
"Maka datanglah sesudah mereka, generasi peng¬ganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kerugian besar, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dirugikan haknya sedikitpun." (QS. Maryam: 59-60)
Al-Hafizh Ibnu Katsir, dalam tafsirnya Tafsir al- Qur'an al-'Azhim, menyebutkan dari sejumlah para imam ahli tafsir, bahwa makna menyia-nyiakan shalat adalah menyia-nyiakan waktunya dengan melakukan shalat itu setelah keluar waktunya.
Adapun shalat wanita dan kekhususannya dibanding lelaki adalah bahwa:
Pertama:
Wanita tidak disyari'atkan baginya adzan maupun iqamah. Karena, di dalam adzan disyari'atkan mengeraskan suara, sedang wanita tidak boleh mengeraskan suaranya, dan juga tidak sah adzan maupun iqamah yang dilakukannya. Ibn Qudamah, di dalam kitabnya al-Mughni, mengatakan:"Dalam masalah ini, sepengetahuanku, tidak ada perbedaan pendapat antar ulama".
Kedua:
Tubuh wanita seluruhnya aurat kecuali wajahnya. Tentang kedua telapak tangannya dan kedua kakinya terdapat perbedaan pendapat. Itu semua dalam kondisi tidak dilihat lelaki yang bukan mahramnya. Apabila dilihat olehnya, maka wajib baginya menutupi dirinya, seperti halnya di luar shalat, ia wajib menutupi dirinya dari pandangan lelaki. Di dalam shalatnya, wanita harus menutup kepala, leher dan bagian-bagian tubuh lainnya hingga punggung kedua telapak kakinya. Rasulullah Saw. bersabda:
"Allah tidak menerima shalat seorang wanita yang mencapai usia haid, kecuali dengan mengenakan kerudung penutup kepala dan leher."
"Dari Ummu Salamah r.a. ia bertanya kepada Rasulullah Saw. : (Sah)kah wanita shalat dengan mengenakan baju kurung dan kerudung? Beliau menjawab: "Jika baju kurung itu panjang ke bawah menutup punggung kedua telapak kakinya".
Dua hadits di atas menunjukkan bahwa wanita dalam shalatnya harus menutup kepala dan lehernya, sebagaimana yang dapat disimpulkan dari hadits Aisyah, dan menutup bagian-bagian lain dari tubuhnya hingga punggung kedua telapak kakinya, sebagaimana yang dapat disimpulkan dari hadits Ummu Salamah. Dan dibolehkan ia membuka wajahnya manakala tidak dilihat oleh lelaki yang bukan mahramnya, berdasarkan ijma' para ulama.
Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah berkata dalam Majmu' al-Fatawa : “Wanita, jika shalat sendirian, ia diperintahkan berkerudung. Di rumahnya, di luar shalat, ia boleh membuka kepalanya. Maka, mengenakan kesempurnaan pakaian, yang hal itu adalah perhiasan, dalam shalat adalah kewajiban yang harus dilakukan seorang hamba kepada Allah. Oleh sebab itu, tidak boleh seseorang thawaf seputar Ka'bah dengan tanpa busana meskipun sendirian di waktu malam. Tidak boleh ia shalat tanpa busana meskipun sendirian". Berikutnya beliau mengatakan: "Aurat di dalam shalat tidak ada kaitannya dengan aurat pandangan, baik langsung maupun tidak langsung".
Ketiga:
Ibn Qudamah dalam al-Mughni mengatakan : “Wanita merdeka wajib menutup seluruh tubuhnya dalam shalat. Jika tersingkap satu bagian saja dari tubuhnya, maka tidak sah shalatnya, kecuali hanya sedikit". Imam Malik, Imam al-Auza'i dan Syafi’i juga berpendapat demikian.
Ibn Qudamah, dalam al-Mughni mengatakan: “Wanita merapatkan kedua siku-sikunya ke badannya pada waktu ruku' dan sujud, bukan ber-tajafi (merenggangkan kedua siku-sikunya, tidak menempel badan). Saat duduk, hendaknya ia duduk bersila atau melipat kedua kakinya terhulur ke kanannya, bukan duduk tawarruk duduk dengan pantat menempel tanah dan menegakkan tumit kanan dan menghulurkan kaki kiri ke bawah kaki kanan) dan bukan duduk iftrasy (menduduki kaki kiri dan menegakkan tumit kanan). Karena, cara di atas itu lebih menutup auratnya.”
An-Nawawi, dalam al-Majmu' mengatakan: Imam Syafi'i, dalam al-Mukhtashar, mengatakan: "Tidak ada bedanya antara lelaki dan wanita dalam mengerjakan shalat. Hanya saja wanita disunnahkan merapatkan bagian-bagian tubuhnya, satu dengan lainnya, atau melekatkan perutnya dengan kedua pahanya pada waktu sujud, sedapat mungkin menutup aurat dirinya. Saya suka wanita melakukan semacam itu dalam ruku’nya dan seluruh amalan salatnya".
Keempat:
Wanita, dalam shalat berjama’ah sesama wanita, diimami oleh salah seorang dari mereka. Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat antara para ulama. Ada yang melarang dan ada yang membolehkan. Kebanyakan ulama' berpendapat, bahwa hal itu tidak mengapa, berdasarkan hadits:
"Bahwasanya Nabi Saw. menyuruh Ummu Waraqah untuk mengimami keluarganya."
Sebagian ulama berpendapat, bahwa itu tidak disunnahkan. Sebagian mereka berpendapat, bahwa hal itu makruh. Sebagian lagi berpendapat, bahwa itu boleh dalam shalat sunnat, bukan dalam shalat fardhu. Barangkali pendapat yang kuat adalah, bahwa itu disunnahkan. Dan wanita dibolehkan mengeraskan bacaan al-Fatihah dan Surah dalam shalat, jika tidak didengar lelaki bu¬kan mahramnya.
Kelima:
Dibolehkan bagi wanita ke luar rumah untuk shalat berjama'ah di masjid bersama kaum pria. Sedang shalat wanita di rumah adalah lebih baik. Dalam Shahih Muslim disebutkan:
“Dari Nabi Saw. beliau bersabda: "Janganlah kamu melarang wanita menuju masjid-masjid Allah ".
Rasulullah Saw. juga bersabda: "Janganlah kamu mela¬rang wanita keluar menuju masjid. Sedang rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka”.
(HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Mereka menetap dan shalat di rumah mereka, adalah lebih utama bagi mereka demi menutup diri.
Demikian uraian Tentang Wanita Dalam Salatnya , semoga barokah. Amiin.
0 comments:
Post a Comment